Artikel Kesehatan Mental Pada Remaja – All Health Articles Berita Industri I A.K.A Uncategorized Huruf Biru Muda KMP-KIA KMPT Surge of Action CAMP IV Hari Anak Nasional CAMP III ISMKMI Camp II HTTS Creative Writing Contest (CWC) dan Lomba Video Promosi Kesehatan ECHO WORKSHOP TIME Tinjauan Pelatihan Update Day Theme Meeting Public Health Miracle Contest (MPHC) Bakti Sosial dan Penjangkauan MUSMA MUSANG MUSANG Inti ECHO TIME Diskusi Online Banjar Sehat Lapangan Banjar Sehat V Diskusi Online
Bullying merupakan suatu hal yang sering terjadi, bullying merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan bertujuan untuk melukai dan menyakiti seseorang dan dilakukan secara berulang-ulang. Bullying adalah perilaku negatif yang menyebabkan ketidaknyamanan/cedera pada seseorang dan biasanya terjadi berulang kali yang ditandai dengan munculnya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban (Olweus, 2016). Perilaku bullying ini tidak lepas dari keinginan akan kekuasaan dan juga ditakuti di lingkungan Anda.
Artikel Kesehatan Mental Pada Remaja
School bullying didefinisikan sebagai serangkaian perilaku yang dilakukan dengan sengaja dan menyebabkan kerusakan fisik dan psikologis bagi mereka yang menerimanya. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pelaku pelecehan ini secara sadar dan sengaja menyerang korban tanpa memikirkan kondisinya (Yusuf & Fahrudin, 2012). Pada masa remaja, kita sering menjumpai kasus bullying.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
Ada beberapa bagian yang terlibat dalam bullying, bagian pertama adalah pelaku bullying. Pesta ini adalah pesta yang memulai tindakan bullying dengan tujuan membuat orang merasa tidak bahagia. Beberapa ahli mengatakan bahwa pelaku intimidasi memiliki sejumlah ciri, antara lain agresif, melakukan sesuatu yang sulit, dan kurang empati terhadap orang lain. Bagian kedua adalah korban bullying, beberapa ahli mengatakan bahwa korban bullying biasanya adalah anak yang baru di lingkungan, anak yang terlihat lemah, anak yang memiliki kondisi fisik yang berbeda dan anak yang kurang percaya diri dengan orang lain. orang akan lebih berani dalam pelecehan.
Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan bullying adalah faktor keluarga. Bully seringkali berasal dari keluarga yang kurang harmonis, seperti perlakuan orang tua terhadap pelaku yang sering menghukum secara berlebihan, atau keluarga yang saling bermusuhan. Melalui situasi ini, pelaku bullying akan mengamati berbagai konflik yang terjadi antara orang tua dan menerapkannya dalam kehidupan sosial.
Faktor teman sebaya juga mempengaruhi perilaku bullying seseorang. Beberapa orang membully untuk membuktikan bahwa mereka pantas berada dalam suatu kelompok dan membully agar diterima dalam kelompok tersebut, meskipun mereka merasa tidak nyaman.
Faktor selanjutnya adalah kecemburuan, seseorang membully karena merasa korban lebih baik dari pelaku bully, sehingga timbul rasa tidak suka terhadap orang tersebut dan mereka memutuskan untuk membully. Bullying akan memberikan dampak negatif bagi korban tidak hanya secara fisik tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental mereka. Salah satu akibat bullying yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang adalah korban menjadi orang yang lebih terisolasi. Ini terjadi karena trauma orang lain yang disebabkan oleh pengalaman buruk. Dampak ini tidak sederhana dan sepele, karena efek bullying dapat menyebabkan gangguan jiwa yaitu depresi.
Aktvitas Dan Kesehatan Mental Remaja Selama Lockdown Pandemic Covid 19
Seseorang yang mengalami depresi akan kesulitan berpikir jernih saat menentukan tindakan. Dengan itu, sangat mungkin bagi mereka untuk melakukan tindakan yang berbahaya. Oleh karena itu, bullying merupakan tindakan yang harus dihindari karena memiliki efek negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental seseorang.
Upaya pencegahan bullying sebagai bentuk kemanusiaan antar manusia lainnya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pembelajaran tentang bullying sejak dini. Pembelajaran tentang bullying seharusnya sudah ditanamkan di masyarakat sejak ia duduk di bangku taman kanak-kanak. Pencegahan school bullying juga dapat dilakukan dengan pencegahan yang dimulai dari keluarga, karena keluarga merupakan awal dari pembelajaran yang diterima anak.
Olweus, D. (2016). Isu Bullying/Korban: Fakta dan Intervensi Referensi terkait tersedia di JSTOR untuk artikel ini: Isu Bullying/Korban Duren Sawit Jakarta
Tahukah Anda bahwa menjaga kesehatan mental sangat penting bagi kita? Nah, sekarang mari kita simak infografik tentang kesehatan mental di masa pandemi.
Candu Medsos Mengacaukan Kesehatan Mental
Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental jutaan orang di seluruh dunia, baik yang terpapar virus secara langsung maupun yang tidak.
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, saat ini masyarakat masih berjuang untuk mengendalikan penyebaran virus Covid-19. Namun, dampak pandemi terus menyebar berupa perasaan cemas, takut, tekanan mental akibat isolasi, physical distancing dan pembatasan hubungan sosial, serta ketidakpastian.
Riset kesehatan tahun 2020 menunjukkan bahwa lebih dari 4.010.000 orang Indonesia menderita gangguan jiwa antara bulan April dan Agustus. Selain itu, menurut sistem, 71% penduduk perempuan mengalami gangguan jiwa dan 29% penduduk laki-laki mengalami gangguan jiwa. Survei tersebut juga menjelaskan bahwa 64,8% penduduk mengalami gangguan psikologis dan 35,2% penduduk tidak mengalami gangguan psikologis.
Berdasarkan pemaparan masalah kejiwaan yang terjadi, 35% tidak menderita gangguan kecemasan dan 64,8% menderita gangguan kecemasan, 38,5% tidak menderita depresi dan 61,5% menderita depresi, 25,2% tidak menderita trauma dan 74,8% mengalami trauma.
Peningkatan Kesehatan Mental Anak Dan Remaja Melalui Ibadah Keislaman
Usia masalah kejiwaan memiliki beberapa kelompok yaitu usia >60 tahun = 68,9%, usia 50-59 tahun = 43,3%, usia 40-49 tahun = 59,2%, usia 30-39 tahun = 63,5%, usia 20-29 tahun = 66,3%, usia <20 tahun = 64%.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Kesehatan Jiwa dan Masalah Narkoba, dr. Celestinus Eigya Munthe, menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi penderita gangguan jiwa. Saat ini Indonesia memiliki prevalensi penderita gangguan jiwa kurang lebih 1 dari 5 penduduk, yang berarti sekitar 20% penduduk Indonesia berpotensi menderita gangguan jiwa.
Kondisi ini diperparah karena sampai saat ini belum semua provinsi memiliki rumah sakit jiwa, sehingga tidak semua penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan yang memadai. Masalah lain.
Dengan menjaga kesehatan mental, kita dapat menjalani dan menikmati kehidupan sehari-hari serta terhindar dari berbagai penyakit. Begini caranya: Makassar: Hingga 29% populasi dunia adalah remaja, dan 80% dari mereka tinggal di negara berkembang. Menurut sensus tahun 2005 di Indonesia, jumlah remaja usia 10 sampai 19 tahun adalah sekitar 41 juta jiwa (20% dari total penduduk Indonesia pada tahun yang sama). Di era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi remaja yang tinggal di kota-kota besar Indonesia, termasuk yang tinggal di pedesaan, seperti meningkatnya kebutuhan sekolah, akses komunikasi/internet yang bebas dan juga streaming media, baik tertulis maupun elektronik. . . Mereka terpaksa menghadapi kondisi tersebut, baik positif maupun negatif, baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus memiliki berbagai keterampilan dalam hidupnya untuk dapat melewati fase ini dengan sukses dan optimal.
Rumah Sakit Universitas Indonesia
Masa remaja merupakan masa kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Pada masa ini, banyak perubahan yang terjadi pada diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja tidak bisa lagi dianggap anak-anak, tetapi juga tidak bisa dianggap dewasa. Hal ini terjadi karena pada saat itu penuh dengan perubahan yang bergejolak, baik secara biologis maupun psikologis dan sosial. Dalam keadaan tanggung jawab, hal ini sering memicu konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), atau jika tidak diselesaikan dengan baik, akan berdampak buruk bagi masa depan remaja tersebut, terutama dalam pendewasaan karakternya dan seringkali. memicu gangguan jiwa.
Untuk menghindari dampak negatif tersebut, perlu diketahui perubahan yang terjadi dan karakteristik remaja agar dapat melalui masa ini secara optimal dan menjadi individu yang matang secara fisik dan psikis. WHO yang sama menyatakan pada tahun 2001 bahwa dunia yang layak untuk anak-anak adalah dunia di mana semua anak, termasuk remaja, memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan kapasitas individu mereka dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Masa remaja merupakan masa yang ditandai dengan pesatnya perkembangan aspek biologis, psikologis dan sosial. Kondisi ini menimbulkan beberapa disharmonisasi yang memerlukan keseimbangan agar remaja mencapai tingkat perkembangan psikososial yang matang dan sesuai dengan kelompok usianya. Kondisi ini sangat bervariasi di kalangan remaja dan menunjukkan perbedaan individu, sehingga diharapkan setiap remaja dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya.
Padahal, setiap remaja memiliki potensi untuk mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkannya menghadapi tantangan hidup secara wajar di lingkungannya, namun potensi tersebut tentunya tidak akan berkembang secara optimal jika tidak didukung oleh faktor fisik dan lingkungan yang memadai.
Infografik: Isu Kesehatan Mental Remaja Indonesia
Dengan demikian akan selalu ada faktor resiko dan faktor protektif yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian remaja yaitu;
Bisa bersifat individual, kontekstual (pengaruh lingkungan) atau dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai kerentanan dan resiliensi psikososial pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku khas remaja.
Faktor genetik/konstitusional; Beberapa gangguan jiwa memiliki latar belakang genetik yang jelas, seperti gangguan perilaku, gangguan kepribadian, dan gangguan psikologis lainnya.
Kurangnya keterampilan sosial seperti menghadapi rasa takut, rendah diri dan merasa tertekan. Ada kepercayaan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang dapat diterima dan disertai dengan ketidakmampuan mengelola amarah. Kondisi ini menyebabkan
Vol. 5 No. 1 (2020): Insan Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental
Ketidakharmonisan antara orang tua dan anak, penyalahgunaan zat, gangguan mental pada orang tua, ketidakcocokan temperamen antara orang tua dan remaja,