Artikel Kesehatan Mental Singkat – Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sindrom Pernafasan Akut Parah Coronavirus (SARSCoV-2). SARS-CoV-2 adalah jenis baru dari coronavirus yang belum pernah terlihat sebelumnya pada manusia. Peningkatan jumlah kasus COVID-19 terjadi dengan cepat, dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat. Secara global, per 10 Desember 2021, 267.865.289 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, termasuk 5.285.888 kematian, telah dilaporkan ke WHO (WHO, 2021). Indonesia melaporkan kasus pertamanya pada 2 Maret 2020 (Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Utang bertambah dan menyebar dengan cepat ke seluruh Indonesia.
COVID-19 berdampak besar pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa 13,7%-34,7% pasien COVID-19 melaporkan gejala masalah kesehatan mental setelah diagnosis (Kong et al., 2020; Varatharaj et al., 2020). Pasien COVID-19 tidak harus melawan infeksi virus yang menyerang mereka secara fisik saja. Setelah sembuh dari infeksi virus ini, dilaporkan banyak di antara mereka yang menghadapi berbagai masalah kejiwaan (Kominfo Jawa Timur, 2021). Masalah mental yang dihadapinya pun beragam, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Artikel Kesehatan Mental Singkat
Sejumlah penyakit terkait kesehatan mental telah dilaporkan setelah orang menerima pengobatan untuk COVID-19. Gangguan kesehatan mental, antara lain sulit tidur, masalah mental seperti kurang konsentrasi dan daya ingat, gangguan kecemasan, gelisah.
Rsj Dr. Radjiman W. Lawang
(ADL) juga sebagai tindak lanjut bagi penyintas COVID-19 (Kholilah & Hamid, 2021). Kematian akibat COVID-19 dan tindakan isolasi dapat memengaruhi kesehatan mental masyarakat. Angka kematian yang tinggi dan peningkatan perluasan wilayah ditemukan memicu depresi, kecemasan, ketakutan yang ekstrim, dan perubahan pola tidur masyarakat (Aslamiyah & Nurhayati, 2021). Hal ini tidak hanya mencakup kondisi kesehatan mental, tetapi juga kondisi fisik seseorang.
Kecemasan pasien pasca COVID-19 dapat disebabkan oleh ketakutan akan kambuh, ketakutan akan penularan virus COVID-19 ke keluarga lain, dan ketakutan akan kematian akibat COVID-19 (Lebrasseur et al., 2021). Kecemasan akan masa depan juga dirasakan di antara pasien pasca-COVID-19 (Moradi et al., 2020). Selain itu, pasien dengan infeksi atau gejala multipel memiliki masalah psikologis seperti kecemasan dan tingkat stres jangka panjang dibandingkan dengan pasien tanpa gejala lainnya (orang tanpa gejala) atau gejala ringan (Moradi et al., 2020). Depresi merupakan salah satu jenis gangguan jiwa pada dunia emosi (aktif, mood) yang salah satunya mengalami gejala seperti perasaan, sedih, dan kehilangan minat hidup (Nurmala et al., 2020). Pasien pasca-COVID-19 yang mengalami kecemasan juga dapat mengalami depresi (Moradi et al., 2020). Depresi saat ini dapat menyebabkan kesedihan, sehingga mudah menangis. Faktor risiko pasien pasca COVID-19 mengalami depresi antara lain kurangnya kontak sosial, yang menyebabkan pasien kehilangan dukungan psikologis dari keluarga dan teman, sehingga menimbulkan stres dan trauma psikologis (Moradi et al., 2020). Depresi yang terjadi pada pasien pasca Covid-19 mungkin karena stigma dan penolakan, serta gaya hidup yang membosankan selama masa karantina (Hidayah, 2021). Depresi pasca COVID-19 yang dialami pasien menyebabkan gangguan tidur, perasaan cemas, dan kelelahan (Wu et al., 2020).
Depresi adalah salah satu efek psikologis yang dialami pasien setelah COVID-19. Pasien pasca-COVID-19 yang mengalami stres seringkali adalah pasien dengan penyakit atau gejala yang parah (Chamberlain et al., 2021). Stres yang dialami pasien pasca COVID-19 dapat disebabkan oleh peristiwa traumatis, kehilangan orang yang dicintai, dan stigma negatif di masyarakat sehingga mengganggu pemikiran pasien pasca COVID-19 (Moradi et al., 2020). Situasi seperti itu bisa membuat pasien pasca Covid-19 gelisah dan tidak bisa tenang (Hidayah, 2021).
Masalah kesehatan mental bervariasi antara anak-anak, orang dewasa, dan orang dewasa dengan atau tanpa penyakit mental kronis. Secara keseluruhan, prevalensi setiap masalah adalah 31,4% untuk depresi, 31,9% untuk kecemasan, 41,1% untuk depresi, dan 37,9% untuk insomnia. Selain itu, pasien yang terinfeksi COVID-19, serta tenaga medis yang merawatnya, menderita stres berat, kecemasan, depresi, dan insomnia. Cai (2020) berspekulasi bahwa faktor penyebab gangguan jiwa pada pasien Covid-19 adalah virus yang dapat menyebar dengan mudah, pasien yang terinfeksi dapat mengalami penurunan kondisi fisik yang drastis dalam waktu singkat, dan kurangnya obat antivirus dengan khasiat yang tidak pasti. . Selain itu, arus informasi yang terlalu cepat dan tidak terkendali menyebabkan orang menjadi terlalu cemas dan ketakutan yang tidak perlu. Prakiraan yang tidak jelas dan variabel, masalah yang tidak terduga dan pengulangan menimbulkan keraguan tentang keakuratan informasi yang diberikan (Moradi et al., 2020). Selanjutnya, pembatasan jarak fisik, jarak dari masyarakat dan isolasi menyebabkan perasaan tidak berdaya dan kesepian. Ini cenderung mengarah pada situasi negatif. Selain itu dampak dari sektor ekonomi, rendahnya upah, pemutusan hubungan kerja dapat menambah beban psikologis. Menyesal dan khawatir bahwa dia dapat menularkan virus kepada orang-orang terdekatnya dan khawatir. Adanya stigma juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis.
Dialog Interaktif Di Radio Ss Dengan Tema Gangguan Kesehatan Jiwa
Aslamiyah, S., & Nurhayati. (2021). Dampak Covid-19 Terhadap Perubahan Psikologis, Sosial dan Ekonomi Pasien Covid-19 di Desa Dendang, Langkat, Sumatera Utara.
Chamberlain, S. R., Grant, J. E., Trender, W., Hellyer, P., & Hampshire, A. (2021). Gejala gangguan stres pascatrauma pada korban COVID-19: survei populasi online.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). di sebuah
Lebrasseur, A., Fortin-Bédard, N., Lettre, J., Raymond, E., Bussières, E. L., Lapierre, N., Faieta, J., Vincent, C., Duchesne, L., Ouellet, M. C., Gagnon, E.,
Benarkah Gangguan Mental Bisa Diturunkan Ke Anak?
Tourigny, A., Lamontagne, M.È., & Routhier, F. (2021). Dampak pandemi COVID-19 pada lansia: Tinjauan cepat.
Moradi, Y., Mollazadeh, F., Karimi, P., Hosseingholipour, K., & Baghaei, R. (2020). Tekanan psikologis pada penyintas seluruh bencana COVID-19: studi kualitatif.
J., Xiong, W., Lang, K., Tao, Y., Lin, X., Shi, G., Lu, L., Pan, L., Xu, L., Zhou, X., Lagu, Y., … Hitam, C. (2020). Status kesehatan mental dan faktor-faktor terkait dampak korban COVID?19 di Wuhan, China Masalah yang ditemukan seperti beban berat, tanggung jawab di rumah, terlalu banyak tugas sekolah, pengkhianatan teman, dll, yang membuat kita merasa ‘kecewa, sedih. , kemarahan, keputusasaan adalah norma. Karena kita akan selalu dihadapkan pada situasi yang berubah dan tidak dapat diprediksi.
Situasi yang “wajar” di atas disebut dengan tekanan psikologis, yaitu perasaan yang ada pada diri seseorang ketika dihadapkan pada situasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anda ingin mencoba mengatasinya dengan menggunakan teknik pemecahan masalah yang tepat.
Strategi Menjaga Kesehatan Mental Selama Bekerja Dari Rumah
Jika tekanan mental terasa terlalu berat, Anda tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang paling tepat bahkan mengganggu kesehatan fisik, maka Anda membutuhkan orang profesional (misalnya psikolog) untuk membantu Anda dengan teknik pemecahan masalah yang lebih efektif.
Gangguan jiwa adalah penyakit jiwa yang menyebabkan gangguan dalam berpikir, berperilaku, energi atau emosi yang sulit diatasi dalam kehidupan sehari-hari.
1. Gangguan kecemasan: seperti gangguan stres pascatrauma (PTSD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD), gangguan panik (panic attack), gangguan kecemasan dan fobia tertentu.
Meskipun persepsi umum tentang gangguan jiwa telah meningkat, stigma terhadap gangguan jiwa masih kuat. Banyaknya ide di media dan kurangnya pendidikan membuat seseorang cenderung mengasosiasikan warna buruk dengan kondisi kesehatan mental atau penyakit dan kecacatan lainnya.
Kumpulan Contoh Artikel Kesehatan Di Lingkungan Masyarakat
Stigma dan misinformasi bisa menjadi hambatan besar bagi seseorang dengan masalah kesehatan mental.
2. Lihat mereka sebagai individu, bukan sebagai pasien. Kita harus terus mendukung mereka dalam perjuangan mereka untuk kesehatan mental.
4. Mengenal lebih dalam tentang kesehatan jiwa, membimbing mereka agar cepat sembuh, mendukung keluarganya yang mengalami gangguan jiwa Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat tumbuh secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga seseorang dapat mengetahui keterampilannya, mampu mengatasi stres, mampu bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi bagi masyarakatnya.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menjelaskan, ada empat jenis gangguan kesehatan atau yang termasuk dalam gangguan kesehatan. Dalam akun Twitternya, Kemenkes RI (@KemenkesRI) menjabarkan empat gangguan jiwa yang bisa dialami siapa saja, antara lain:
Webinar Mengelola Kesehatan Mental Oleh Pmr Wira Man 2 Ponorogo
Departemen Kesehatan mendefinisikan depresi sebagai perasaan sedih yang mendalam. Depresi juga disertai dengan hilangnya minat dan motivasi. Konon katanya badan cepat lelah.
Gangguan kesehatan mental yang satu ini mungkin yang paling umum. Kecemasan atau gangguan panik adalah gangguan jiwa yang didominasi oleh perasaan cemas atau khawatir atau panik.
Dengan tingkat literasi masyarakat yang masih terlalu rendah untuk mencegah dan memahami masalah kesehatan jiwa, Pemerintah Pusat dan Daerah telah meluncurkan aplikasi untuk mengatasi hal tersebut.
Bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2015, Kementerian Kesehatan RI meluncurkan Aplikasi Android Kesehatan Jiwa, disusul Dinas Kesehatan DKI dan Aplikasi E-Psyche pada 30 Januari 2019. Dengan aplikasi E-Philip, tenaga kesehatan dapat mengakses lebih awal. untuk mengetahui kesehatan mental warga Jakarta.
Hasil Survei, Pemicu Gangguan Kesehatan Mental Terbesar Karena Masalah Finansial Dan Kesepian
Selain mempromosikan pentingnya kesehatan mental, Hari Kesehatan Mental Sedunia telah diperingati sebanyak 27 kali, yang pertama kali diperingati pada 10 Oktober 1992.