Jurnal Kesehatan Mental Pada Mahasiswa – – Dengan ditutupnya sekolah dan banyak kegiatan penting dibatalkan, banyak remaja melewatkan beberapa momen terbesar dalam hidup mereka – serta momen sehari-hari seperti berbicara dengan teman dan bersekolah.
Remaja menghadapi situasi baru ini tidak hanya dengan keputusasaan, tetapi juga dengan kecemasan yang besar dan perasaan terasing karena perubahan yang cepat dalam hidup mereka.
Jurnal Kesehatan Mental Pada Mahasiswa
Menurut analisis data yang diberikan oleh UNICEF, 99 persen anak dan remaja dunia di bawah usia 18 tahun (2,34 miliar) tinggal di salah satu dari 186 negara dengan mobilitas terbatas akibat COVID-19. 60 persen anak tinggal di salah satu dari 82 negara dengan karantina penuh (7 persen) atau sebagian (53 persen) – yaitu 1,4 miliar anak muda.
Mahasiswa Pmm Umm Kelompok 96 Gelombang 10 Bantu Tingkatkan Hidup Sehat Melalui Sosialisasi Penerapan Pola Hidup Sehat Dan Pembinaan Kesehatan Mental Pada Pondok Anak Yatim Abdul Kadir Kurnia
Menurut survei World Health Data Exchange tahun 2017, 27,3 juta orang di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Artinya, satu dari sepuluh orang di negara ini mengalami gangguan jiwa.
Melihat data kesehatan jiwa remaja di Indonesia sendiri pada tahun 2018, angka gangguan psiko-emosional dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja di bawah usia 15 tahun adalah 9,8%, meningkat dari tahun 2013 yang hanya 6% untuk prevalensi gangguan jiwa. Gangguan mood dengan gejala depresi dan kecemasan untuk remaja di bawah usia 15 tahun. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 1,2 per seribu penduduk pada tahun 2013.
Saat kesehatan mental remaja tertekan, Anda mungkin akan melihat gejala seperti kurang minat, nafsu makan menurun, pola tidur terganggu/susah tidur, serta kecemasan berlebihan.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesehatan mental remaja adalah dengan memberikan penyadaran kepada remaja agar mengetahui bahwa kecemasannya adalah hal yang wajar. Kecemasan remaja adalah aktivitas normal dan sehat yang dapat membuat kita waspada terhadap ancaman dan membantu kita mengambil tindakan untuk melindungi diri sendiri.
Gangguan Kesehatan Mental Pada Mahasiswa Selama Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
Mencari informasi akurat dari sumber terpercaya, mengurangi permainan media sosial dan membatasi melihat/melihat berita tentang virus corona juga dapat mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh anak muda. Sebisa mungkin orang tua bisa berteman dengan anak muda. Berikan ruang bagi remaja untuk terbuka kepada orang tuanya tentang perasaan cemasnya.
Lebih banyak membicarakan virus corona atau mencari hiburan dengan kegiatan yang menyenangkan dan hal-hal yang bermanfaat dianggap dapat mengurangi kecemasan dan membuat remaja merasa tidak terlalu terbebani.
Mintalah remaja untuk terhubung dengan teman sebaya, berbagi cerita, dan dapat mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Dengan begitu, ia bisa menyelamatkan diri dari kebosanan remaja di masa wabah. Banyaknya kasus positif COVID-19 membuat masyarakat mengubah kebiasaan dan cara berkomunikasi dari online menjadi offline. Hal ini berdampak pada tingginya penggunaan media sosial di kalangan remaja yang dapat mempengaruhi perilaku remaja. Efek penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan psikologis pada manusia seperti stress, kecemasan, depresi, rendah diri, gangguan tidur dan body image. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan media sosial dengan kesehatan mental mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malavarman pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 200 siswa dengan teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Time Use of Social Networks (SONTUS) dan Depression Scale (DASS). Data dikumpulkan secara online menggunakan Google Forms, dan data dianalisis menggunakan uji korelasi product-moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 24,5% siswa mengalami stres sedang, 10,5% stres berat dan 6% stres sangat berat. Korelasi positif ditemukan antara intensitas penggunaan jejaring sosial dan tingkat stres (p-value = 0,001, r = 0,270). Hasilnya adalah semakin besar intensitas penggunaan jejaring sosial, semakin tinggi pula tingkat stresnya. Temuan ini menunjukkan perlunya memberikan informasi tentang bagaimana penggunaan media sosial bagi kaum muda untuk mengurangi dampak negatif, terutama pada kesehatan mental kaum muda.
Banyaknya kasus positif COVID-19 membuat masyarakat mengubah kebiasaan dan cara berkomunikasi dari online menjadi offline. Hal ini berdampak pada tingginya penggunaan media sosial di kalangan remaja yang dapat mempengaruhi perilaku remaja. Efek penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan psikologis pada manusia seperti stress, kecemasan, depresi, rendah diri, gangguan tidur dan body image. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan media sosial dengan kesehatan mental mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malavarman pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 200 siswa dengan teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Time Use of Social Networks (SONTUS) dan Depression Scale (DASS). Data dikumpulkan secara online menggunakan Google Forms, dan data dianalisis menggunakan uji korelasi product-moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 24,5% siswa mengalami stres sedang, 10,5% stres berat dan 6% stres sangat berat. Korelasi positif ditemukan antara intensitas penggunaan jejaring sosial dan tingkat stres (p-value = 0,001, r = 0,270). Hasilnya adalah semakin besar intensitas penggunaan jejaring sosial, semakin tinggi pula tingkat stresnya. Temuan ini menunjukkan perlunya memberikan informasi tentang bagaimana penggunaan media sosial bagi kaum muda untuk mengurangi dampak negatif, terutama pada kesehatan mental kaum muda.
Bem Fkep Usk Selenggarakan Seminar Kesehatan Mental
Pandemi penyakit coronavirus (COVID-19) telah memaksa orang untuk mengubah kebiasaan dan cara berkomunikasi mereka dari offline ke online. Situasi ini juga mempengaruhi tingginya penggunaan media sosial di kalangan anak muda, yang dapat mempengaruhi perilaku. Efek penggunaan media sosial yang berlebihan adalah mengalami gangguan psikologis seperti stres, kecemasan, depresi, rendah diri, gangguan tidur dan citra tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malavarman selama pandemi Covid-19. Ini adalah studi cross-sectional dengan 200 siswa yang diambil sebagai sampel acak sederhana. Penelitian ini menggunakan instrumen Time Use of Social Media Scale (SONTUS) dan Stress Stress Scale (DASS). Data dikumpulkan secara online dan dianalisis menggunakan uji product-moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 24,5% siswa mengalami stres sedang, 10,5% stres berat dan 6% stres sangat berat. Analisis statistik menunjukkan korelasi positif yang lemah antara intensitas penggunaan jejaring sosial dan tingkat stres (p-value = 0,001, r = 0,270). Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan jejaring sosial maka semakin tinggi pula tingkat stresnya. Temuan ini menunjukkan bahwa perlunya menginformasikan kepada generasi muda tentang mengembangkan hubungan yang sehat dan tepat dengan media sosial untuk mengurangi dampak negatif, terutama pada kesehatan mental mereka.
Lonjakan kasus COVID-19 saat ini tersebar di berbagai negara. Dengan banyaknya kasus positif COVID-19 yang menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat di berbagai negara, memaksa masyarakat di seluruh dunia untuk tetap berada di rumah untuk menghentikan penyebaran COVID-19. Break (1). Karena itu, orang-orang mengubah kebiasaan dan cara mereka berkomunikasi secara online. Kegiatan online dilakukan di berbagai negara di dunia menggunakan teknologi data dan informasi yang saat ini berkembang pesat. Di negara berkembang seperti Inggris, jumlah pengguna internet meningkat dua kali lipat pada tahun 2020 (2). Peran Internet dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik dunia global terus menjadi signifikan. Media sosial merupakan layanan yang sering diakses oleh semua kalangan masyarakat, terutama anak-anak dan orang dewasa.
Media sosial merupakan salah satu sarana yang banyak digunakan anak muda untuk memenuhi kebutuhan mereka akan interaksi sosial. Media sosial adalah istilah yang sering merujuk pada bentuk media baru yang melibatkan partisipasi interaktif. Konten media sosial yang sering diakses antara lain Facebook, Instagram, YouTube, Google, Twitter, dan TikTok. Situs-situs ini tumbuh dan berfungsi sebagai portal sederhana untuk interaksi dan hiburan.
Menurut data World Digital Population (2021), jumlah pengguna internet di dunia pada Januari 2021 sebanyak 4,66 miliar, dimana 4,2 miliar di antaranya merupakan pengguna aktif media sosial. Statistik APJII (2020) menunjukkan bahwa terdapat 196,71 juta pengguna internet di Indonesia dan 90,4% pengguna media sosial merupakan layanan teratas yang diakses oleh Indonesia Online (3). Remaja adalah salah satu pengguna aktif terbesar yang menggunakan jejaring sosial sebagai alat komunikasi utama mereka, dan sebagian besar berusia antara 18 dan 25 tahun dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (4).
Peran Spiritual Bagi Kesehatan Mental Mahasiswa Di Tengah Pandemi Covid 19
Tingginya penggunaan media sosial oleh anak muda dapat mempengaruhi perilaku anak muda tersebut (5). Media sosial adalah elemen penting dalam perawatan kesehatan mental. Remaja yang menggunakan media sosial secara lebih intensif menimbulkan interaksi sosial secara tidak langsung, yaitu kepekaan sosial dan sosial mereka biasanya rendah. Hal ini dapat berdampak tidak langsung pada kesehatan mental, seperti berkembangnya perilaku antisosial atau lebih dikenal dengan istilah apatis (6). Berdasarkan beberapa penelitian lain yang telah dilakukan, ditemukan bahwa penggunaan media sosial dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, rendah diri, gangguan tidur dan gangguan citra tubuh (7).
Hasil penelitian di Jerman menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada anak-anak dan remaja selama wabah COVID-19 berdampak negatif pada kesehatan mental yang berujung pada penurunan kualitas hidup (8). Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental tidak lagi dianggap sebagai masalah sekunder, tetapi dapat dianggap sama pentingnya dengan kesehatan fisik (7).
Penelitian telah menunjukkan bahwa kecanduan jejaring sosial memiliki dampak negatif pada rasa timbal balik individu dalam kehidupan sosialnya, dan penelitian lain juga menunjukkan bahwa kecemasan sosial, depresi, dan kesepian terkait dengan kecanduan membuat dampak yang signifikan.