Banner 1
Kesehatan Mental Di Negara Berkembang - Seroquel

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang – Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun ini, 10 Oktober, mengingatkan kita untuk meningkatkan kesadaran, peduli dan mendidik serta berbagi solusi untuk masalah kesehatan mental, terutama yang menimpa anak-anak sebagai salah satu populasi yang paling rentan dalam pandemi.

Penanganan pandemi Covid-19 telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat dengan membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat. Ini memiliki efek signifikan pada berbagai mata pelajaran dan semua kelompok umur.

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Anak-anak adalah salah satu kelompok yang paling rentan dalam wabah ini. Sedikitnya ada lima aspek kehidupan anak yang terkena dampak, yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, perlindungan dan pengasuhan.

Into The Light Indonesia (yayasan Insan Teman Langit)

Jika kelima aspek kehidupan anak ini terganggu dengan datangnya wabah ini, jika tidak disikapi dengan baik akan mempengaruhi kesehatan mental mereka, terutama pada masa remaja saat anak mulai mencari jati diri.

Warga berjalan melewati baliho seruan diakhirinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di pintu masuk kantor walikota di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (23 Juni 2021). Pandemi Covid-19 berdampak negatif tidak hanya pada perekonomian, tetapi juga pada kesehatan mental masyarakat. Tekanan psikologis masyarakat akibat Covid-19 menyebabkan meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Selain inefisiensi pendidikan, terpaksa online dari rumah menimbulkan kebosanan yang berdampak pada masalah psikososial anak karena tidak bisa berkomunikasi dengan guru, teman, dan lingkungan sosialnya.

Hal itu terungkap dalam dua survei yang dilakukan pada Agustus dan November 2020, di mana kebosanan terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ) sangat bervariasi. Alasan bosan dengan PJJ dan ingin belajar tatap muka berubah dari 6,5 persen pada Agustus menjadi 26,4 persen pada November.

Sehatkah Jiwa Anda ?

Kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar dan kerentanan terhadap masalah kesehatan, termasuk risiko terpapar Covid-19, juga menimbulkan kekhawatiran terhadap kesehatan mental anak.

Begitu pula kesejahteraan anak akan menurun karena orang tua akan kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Belum lagi faktor protektif yang muncul dari isu-isu seperti kekerasan, pelecehan seksual, pernikahan dini atau pekerja anak paksa.

Selain itu, perpisahan mendadak seorang anak dari orang tua yang meninggal akibat Covid-19 yang menimbulkan masalah pengasuhan dapat menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Ujung-ujungnya, kesehatan mental anak ikut terpengaruh.

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Sebelum pandemi, masalah kesehatan mental anak dan remaja menjadi “pekerjaan rumah” yang belum terpecahkan bagi pemerintah. Data Riskesdas (Survei Kesehatan Dasar) 2018 menunjukkan hal tersebut.

Indeks Kesehatan Indonesia Masih Sangat Rendah

Data prevalensi gangguan jiwa yang dimanifestasikan oleh gejala depresi dan kecemasan pada usia 15 tahun ke atas sekitar 6,1 persen dari total penduduk Indonesia atau 11 juta orang. Gangguan depresi ini dimulai pada masa remaja (15-24 tahun) dan menyumbang 6,2 persen.

Pandemi Covid-19 telah memperburuk kondisi dan mental anak-anak karena mereka mengalami depresi dan kecemasan. Hal itu terlihat dari hasil survei Covid-19 2020 (AADC-19) yang diluncurkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak (KPPPA).

Menyikapi dampak Covid-19, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyalurkan bantuan khusus kepada anak dan perempuan terdampak Covid-19 di Provinsi Bali pada Sabtu (9/11/2021). 19 Epidemi Anak dan Perempuan di Indonesia. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Dharmawati Puspayoga (kiri) saat berkunjung ke rumah penerima bantuan khusus bagi perempuan kepala keluarga terdampak Covid-19 di Denpasar.

Hasilnya, 24 persen anak mengalami gejala depresi di tahun pertama pandemi, 14 persen di antaranya adalah anak perempuan. Gejala emosional yang paling umum adalah depresi 26%, lekas marah 38%, sering menangis 20%, dan sedih 42%. Lalu 42 persen menyalahkan diri sendiri, dan 31 persen tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.

Tiga Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Bermedia Sosial

Di tahun kedua pandemi, status kesehatan mental anak dan remaja tidak berubah secara signifikan, dan pembatasan hampir semua ruang olahraga menjadi lebih lama akibat pandemi yang masih berlangsung. Masa 20 bulan sangat sulit bagi anak-anak dan remaja yang sedang tumbuh dan membutuhkan ruang untuk mengekspresikan diri.

Menurut laporan State of the World’s Children 2021 terbaru dari UNICEF; On My Mind: Children’s Mental Health Promotion, Protection and Education memperkirakan bahwa lebih dari 1 dari 7 anak usia 10-19 tahun di seluruh dunia memiliki diagnosis gangguan mental.

Dampak pandemi terlihat dari hasil pertama survei internasional terhadap kaum muda di 21 negara yang dilakukan oleh UNICEF dan Gallup. Akibatnya, satu dari lima anak berusia 15 hingga 24 tahun sering melaporkan merasa tertekan atau kurang minat dalam beraktivitas.

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Survei tersebut juga menemukan bahwa satu dari tiga anak muda di Indonesia (29 persen) mengatakan sering merasa tertekan atau tidak tertarik melakukan sesuatu.

Infografis: Data Penyakit Mental Di Indonesia Selama Pandemi

Indonesia menempati urutan ketiga dari 21 negara yang disurvei. Ini lebih tinggi dari rata-rata 21 negara (19 persen). Mengingat pemuda adalah masa depan bangsa, hal ini menjadi pendapat dan “peringatan” penting.

Sebagai generasi penerus bangsa berstatus pelajar, kesehatan mental mereka perlu dikelola dan dipelihara dengan baik karena mempengaruhi kesehatan fisik dan produktivitas mereka.

Menurut mentalhealth.gov, kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial yang memengaruhi cara Anda berpikir, merasakan, dan berperilaku.

Pemetaan kondisi psikologis mahasiswa akibat pandemi dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan Kemdikbud bekerjasama dengan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia dengan melakukan survei terhadap 15.840 mahasiswa pada November 2020.

Pandemi Mengancam Kesehatan Mental Anak

Walikota Bogor Bima Arya saat ditemui saudara-saudaranya di Kampung Awan, Kelurahan Kota Ganteng untuk menyalurkan sembako dan memberikan bantuan pendidikan. Dua saudara laki-laki adalah contoh anak-anak yang rusak secara sosial dan psikologis. Di Kota Bogor, ada sekitar 300 anak yang terkena wabah akibat meninggalnya orang tua mereka, dan tertulis bahwa memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi beban berat bagi orang tua.

Survei yang dilakukan di 24 negara bagian/kota di 12 provinsi ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesulitan mental dan emosional serta kesejahteraan psikologis siswa sebagai individu.

Hasil evaluasi menunjukkan terdapat 16,6 persen siswa dengan status abnormal yang mengalami kesulitan mental-emosional selama pandemi dan 13,5 persen dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang paling rendah.

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Temuan ini didukung data Riskesdas 2018 yang menunjukkan 9,8 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental dan emosional.

Bantu Penyembuhan Kesehatan Mental, Uy Tampilkan Aplikasi Galau Dan Ruang Sadar

Dilihat dari dua kumpulan data tersebut, gangguan psikoemosional pada populasi usia sekolah meningkat selama pandemi. Selain itu, siswa perempuan dilaporkan lebih banyak mengalami kesulitan psikoemosional dan kesejahteraan psikologis yang lebih rendah daripada siswa laki-laki, hal ini sejalan dengan hasil survei KPPPA, di mana lebih banyak responden yang melaporkan gejala depresi.

Di antara lima item yang dirancang untuk mengukur kesulitan psiko-emosional, ditemukan bahwa kesulitan emosional dan kesulitan perilaku paling banyak dialami responden, yaitu 24,5 dan 13,4 persen. Ini diikuti oleh masalah hubungan teman sebaya (9,8 persen), hiperaktif (5,2 persen), dan perilaku sosial (1,6 persen).

Lebih lanjut, aspek pengelolaan lingkungan terlihat paling banyak mengalami masalah dibandingkan dengan aspek yang mengukur kesejahteraan psikologis, dengan seperlima responden mengakui hal tersebut. Aspek pengembangan diri, hubungan positif, penerimaan diri, tujuan hidup dan otonomi diikuti secara berurutan.

Munculnya emosi negatif, seperti sedih, marah, cemas, kurang motivasi, sebagaimana teridentifikasi dalam kuesioner AADC-19 KPPPA, merupakan manifestasi dari kesulitan mental dan emosional yang secara alami mengganggu aktivitas.

Pengertian Mental Health Dan Sepuluh Cara Menjaganya

Tim Psikologis Polri memberikan terapi trauma kepada anak-anak terdampak Topan Seroja di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (17/4/2021).

Pada tingkat yang lebih parah, kesulitan mental dan emosional dapat berkembang menjadi gangguan serius seperti kecemasan, depresi, bahkan pikiran untuk bunuh diri.

Status kesehatan mental anak di Indonesia, hasil berbagai survey menunjukkan bahwa kesehatan mental beberapa anak yang berstatus pelajar di masa pandemi perlu mendapat perhatian dan berisiko jika terbengkalai.

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Apalagi banyak kasus gangguan jiwa yang tidak terlihat bahkan banyak yang tidak menyadarinya, sehingga menjadi fenomena “puncak gunung es”.

Kesehatan Mental Jadi Masalah Serius

Kami berharap proses pembelajaran di masa pandemi ini tidak hanya terfokus pada prestasi akademik. Pelatihan tatap muka terbatas ini menjadi kesempatan bagi guru dan sekolah untuk memantau perkembangan kesehatan mental siswa setelah menjalani pembelajaran jarak jauh.

Sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan yang mendorong investasi dan membangun fondasi yang kuat bagi kesehatan jiwa, khususnya di kalangan generasi muda sebagai aset bangsa. Kerentanan dalam sistem pendukung kesehatan jiwa perlu dibenahi, misalnya dengan meningkatkan keterbatasan anggaran untuk kesehatan jiwa.

Yang terpenting, komitmen semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran, literasi, dan kepedulian untuk melindungi dan menjaga kesehatan mental generasi berikutnya agar mereka dapat mencapai potensi penuh mereka. (Litbang)

Penelitian dan pengembangan hari kesehatan mental mb dewi pancawati wmhd peduli kesehatan mental tekanan mental selama pandemi. Hari Kesehatan Mental Anak Internasional kesehatan mental Dampak pandemi terhadap kesehatan mental semakin nyata. Namun, kesalahpahaman, prasangka, dan terbatasnya akses ke layanan merupakan masalah utama. Tanpa dukungan lingkungan sosial, ekonomi dan spiritual, akan sulit terwujud jiwa yang sehat.

Mental Health In Emergencies

Pada Jumat (28/09/2018), sejumlah warga mengikuti penyuluhan dan psikoterapi yang diselenggarakan Yayasan Sahabatku di tempat pertemuan di Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Dipimpin oleh 31 psikolog dan menarik ratusan klien, konsultasi tersebut bertujuan untuk membantu orang membangun diri yang lebih baik dan menemukan solusi untuk masalah pribadi untuk semua lapisan masyarakat.

Tidak ada kesehatan tanpa jiwa yang sehat. Meski sering digaungkan, dirasakan oleh banyak orang, apalagi di masa pandemi, dan akibatnya nyata di depan mata, kesehatan mental masih jauh dari jangkauan kita. Ambiguitas, stigma, dan akses yang terbatas tetap menjadi tantangan utama.

Sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi Covid-19 pada 11 Maret 2020, para ahli mengkhawatirkan penyebaran kecemasan karena banyaknya informasi yang benar dan salah tentang penyakit baru tersebut.

Kesehatan Mental Di Negara Berkembang

Ketika peningkatan kasus dibarengi dengan pembatasan pergerakan orang atau karantina wilayah, kekhawatiran itu nyata.

Webinar Psikologi ; Mental Health For A Better Life

You May Also Like

About the Author: wr5ku

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *