Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga – Menjadi ibu rumah tangga bukanlah tugas yang mudah. Untuk menjalaninya, ibu tidak hanya harus mengutamakan kesehatan fisik karena ibu rumah tangga juga perlu menjaga kesehatan mentalnya.
Bukan rahasia lagi bahwa ibu rumah tangga menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan rumah. Belum lagi, berulang setiap hari sehingga seolah tak ada habisnya.
Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga
Kondisi ini dapat menyebabkan stres dan depresi. Jika parah, kondisi ini tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga orang-orang terdekat, terutama anak-anak.
Antologi Pulih, Membuka Mata Akan Isu Kesehatan Mental
Psikolog dari Ruang Growing, Ristiri Kusumningaram, M. P.C. Menurutnya, ada beberapa gejala gangguan jiwa bagi ibu rumah tangga, yaitu:
Faktor internal ini dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan biologis. Secara psikologis peran ibu sangat besar dan menjadi tumpuan keluarga, seperti mengasuh anak, mengatur keuangan, bahkan hampir semuanya dilakukan oleh ibu, hal ini dapat menjadi tekanan yang dapat menimbulkan stress dan berujung pada depresi. Sedangkan untuk faktor biologis, faktor hormonal lebih berperan, yakni
“Kondisi ini menyebabkan kecemasan, pikiran negatif, kualitas tidur yang kurang, kesulitan bonding dengan bayi, dan kepekaan yang lebih besar terhadap keinginan untuk menangis terus-menerus,” kata Ristriri dalam siaran langsung YouTube Ibu2Canggih beberapa waktu lalu.
Hal ini berdampak pada kondisi psikologis ibu seperti kurang semangat dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika tidak segera diselesaikan, situasi ini bisa menimbulkan konflik jangka panjang di rumah.
Me Time Seorang Ibu
Bu, ketika kamu lelah, jangan memaksakan diri untuk melakukan semuanya sendiri. Ada banyak langkah kecil yang bisa dilakukan ibu, namun berdampak besar bagi kesehatan mental ibu rumah tangga, kata Ibu Ristriri Kusumningaram, MD. PSI Direkomendasikan oleh:
“Dukungan suami memainkan peran utama dalam kesejahteraan dan kesehatan mental ibu rumah tangga.” Ristriri Kusumningaram, MPSI, Psikolog Kamar Tumbuh
Emosi yang Anda alami. Dengan demikian, ibu dan ayah dapat mencari solusi, misalnya ayah membantu pekerjaan rumah, berbagi tugas mengasuh anak, dan mempekerjakan pembantu rumah tangga atau pengasuh untuk memudahkan ibu.
Menjaga keluarga memang penting, tapi bunda jangan lupa juga untuk menjaga diri sendiri. Salah satu hal kecil yang dapat Anda lakukan adalah meluangkan waktu untuk hal-hal yang Anda sukai atau lakukan
Menjaga Kesehatan Mental Pada Ibu Rumah Tangga, Pentingkah? Ini Penjelasannya!
Olahraga ringan bisa jadi pilihan untuk menjaga kesehatan mental dan fisik lho, Ladies. Lakukan olahraga ringan seperti jogging pagi/sore, jalan kaki, yoga, pilates, dll. yang akan membantu Anda menyingkirkan pikiran negatif.
Terakhir, jika Anda merasa stres dalam waktu lama dan tidak bisa mengatasinya sendiri, jangan ragu untuk menemui psikolog atau psikiater. Berkonsultasi dengan profesional bukan berarti sang ibu ‘gila’ tetapi ia mengetahui sepenuhnya langkah-langkah terbaik yang harus diambil untuk menjaga kesehatan mental ibu rumah tangga.
Dengan bantuan psikolog atau psikiater, Anda bisa mendapatkan penanganan mental yang lebih akurat, termasuk terapi atau mengonsumsi obat-obatan tertentu. Ibu juga bisa mengajak suami untuk nasehat parenting, bagaimana menjaga keutuhan rumah tangga, lho.
Menjaga kesehatan mental sangat penting bagi setiap ibu. Para ibu sebaiknya mewaspadai gejala gangguan kesehatan jiwa pada ibu rumah tangga sejak dini agar tidak jatuh ke dalam depresi yang merugikan diri sendiri dan anak-anaknya.
Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga
Untuk mendengar penjelasan lengkap dari Ristriarie Kusumaningrum, M.Psi, Anda bisa menonton videonya di link YouTube di bawah ini. Anda juga dapat mengklik link ini untuk membaca lebih banyak artikel dari Mother2Canggih. Sementara kegiatan ini bisa dilakukan
Komunitas Sophisticated Moms juga menyelenggarakan banyak kegiatan menarik lainnya, seperti IG Live, webinar bersama pakar, dan membuka kesempatan bagi para ibu untuk menjadi mominfluencer. Untuk mengetahui lebih lanjut, kamu bisa membuka website ibu2canggih.id melalui link ini dan juga follow Instagram @ibu2canggih!
Bagi para ibu yang bayinya berada dalam fase MPASI (makanan pendamping ASI), pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah GTM atau yang dikenal dengan gerakan…
Siapa bilang investasi hanya untuk orang kantoran, ibu rumah tangga juga bisa berinvestasi lho. Mengapa kita harus berinvestasi di…
Pentingnya Support System Untuk Jaga Kesehatan Mental Ibu
Menjalani program diet saat puasa memang tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin juga. Salah satu caranya.. Diskusi tentang peran perempuan di rumah langsung menjadi perbincangan masyarakat Indonesia pada November 2019. Di balik kegemparan masyarakat adalah Najwa Shihab, seorang aktor yang mulai memikirkan kembali status quo. perempuan dalam perkawinan. Kapan itu dimulai?
Nana menilai pertanyaan ini menempatkan perempuan pada posisi yang tidak berdaya. Jawabannya mencerminkan realitas yang jarang disadari oleh massa.
Realitas ini adalah ketidakmampuan perempuan untuk menentukan perannya dalam pernikahan. Jelas, pertanyaan ini mengatakan bahwa menjadi ibu rumah tangga tidak lain adalah perintah dari suami atau ayah. Padahal, memutuskan menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan pribadi yang dialami oleh setiap wanita yang sudah menikah. Najwa Shihab secara mengejutkan mampu mengkritisi narasi dan mengklarifikasi miskonsepsi tentang ibu rumah tangga. Seperti Najwa Shihab, film Korea Selatan juga menyampaikan pesan mendalam tentang peran ibu rumah tangga.
Judul filmnya adalah Kim Ji Young: Lahir 1982. Sebuah film yang diadaptasi dari novel kontroversial karya Cho Nam Joo yang menceritakan tentang perjuangan seorang ibu rumah tangga bernama Kim Ji Young yang menderita gangguan jiwa. Film ini berbicara tentang dua hal yang masih abu-abu; Masalah kesehatan jiwa dan peran ibu rumah tangga. Isu kesehatan jiwa dan peran ibu rumah tangga merupakan dua topik yang jarang dibicarakan, bahkan dihindari.
Infografis: Kiat Kiat Menjaga Kesehatan Mental Dan Imun Di Masa Pandemi
Ketika kita berbicara tentang ibu rumah tangga, secara tidak langsung kita juga berbicara tentang stigma sosial terhadap mereka. Ibu rumah tangga sering dikaitkan dengan orang yang secara ekonomi kurang produktif dan melakukan pekerjaan rumah tangga yang relatif ringan. Menurut Imam Koswahyono dalam kitabnya, pengertian grahani itu sendiri
Mendeskripsikan ibu rumah tangga sebagai kekuatan dedikasi dalam ranah domestik, yaitu rumah tangga. Oleh karena itu, secara psikologis ibu rumah tangga bertanggung jawab atas ketentraman, ketentraman, dan ketertiban penghuninya.
Sementara itu, terdapat stigma negatif terhadap ibu rumah tangga di masyarakat Indonesia. Pekerjaan seorang ibu rumah tangga dianggap sebagai rutinitas yang mudah dilakukan. Pemahaman yang menghakimi ini membuat ibu rumah tangga tampak lebih rendah dari mereka yang bekerja di sektor publik.
Pemahaman ini juga menutup celah bagi ibu rumah tangga untuk memikirkan kesehatan mentalnya. Suka tidak suka, beban ganda ada di pundak ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga harus berjuang setiap hari untuk menghadapi stigma masyarakat seiring dengan menangani pekerjaan rumah tangga.
Kesehatan Mental: Depresi Perinatal, Pembunuh Senyap Yang Mengintai Keselamatan Jiwa Ibu Dan Anaknya
Menimbulkan masalah ketika dianggap dapat menimbulkan stigmatisasi dan bias penilaian terhadap ibu rumah tangga. Tidak mandiri, menganggur dan pasif adalah narasi yang biasa diasosiasikan dengan ibu rumah tangga.
Peran ibu rumah tangga yang hidup di bawah stigma menghindari pemahaman tentang pekerjaan berat ibu rumah tangga. Banyak yang tidak tahu bahwa mengurus seisi rumah dan mengurus anak merupakan kegiatan yang menguras tenaga dan emosi. Seorang ibu rumah tangga juga mengalami
Kesenjangan waktu luang sering terjadi karena selama Anda mengurus urusan rumah tangga, tidak ada waktu kerja yang tetap. Sebuah penelitian juga mengungkap bahwa rutinitas seorang ibu rumah tangga setara dengan bekerja 14 jam sehari, tujuh hari seminggu. Dari pagi hingga malam, dia selalu disibukkan dengan pekerjaan, yang setiap saat dia “berkumpul” dengan ibu rumah tangga.
Masyarakat Indonesia masih awam tentang kesehatan mental di kalangan ibu rumah tangga. Padahal, pekerjaan sehari-hari ibu rumah tangga sangat dekat dengan berbagai gangguan jiwa.
Cara Menjaga Kesehatan Mental Meski Sedang Stres
Sebuah studi yang diterbitkan oleh American Psychological Association melaporkan bahwa ibu rumah tangga memiliki lebih banyak gejala daripada ibu yang bekerja.Penelitian ini ditulis dalam sebuah jurnal.
Ini adalah hasil pengamatan terhadap 1.364 ibu selama 10 tahun oleh para peneliti dari University of North Carolina. Hasilnya, penelitian menemukan bahwa ada perbedaan mendasar pada kondisi mental ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Dari segi status mental, ibu rumah tangga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami depresi. Penelitian yang sama juga melaporkan bahwa perasaan terasing, kehilangan tujuan dan identitas, serta kurangnya waktu untuk diri sendiri adalah faktor predisposisi ibu rumah tangga mengalami depresi.
Penelitian Badan Kesehatan Dunia atau WHO juga menunjukkan bahwa wanita tiga kali lebih mungkin menderita depresi. Wanita usia subur, yaitu 12-51 tahun, merupakan kelompok usia yang paling berisiko. Studi lain juga memaparkan pola gangguan kesehatan jiwa yang sering dialami ibu di negara berkembang, termasuk Indonesia, rata-rata 15,6% saat hamil dan 19,8% setelah melahirkan. Kecenderungan depresi juga bisa meningkat pada saat-saat tertentu, baik setelah melahirkan atau
Namun, kesehatan mental ibu rumah tangga masih belum dianggap sebagai masalah yang mendesak. Di Indonesia, hambatan berupa stigma sosial yang sudah berlangsung lama memperparah keadaan.
Menyadari Dan Menerima Berbagai Masalah Ibu Rumah Tangga
Keluhan psikologis yang dialami ibu rumah tangga selalu dibantah dengan stigma dan stereotipe. Misalnya, seorang ibu yang stres saat mengurus anak. Alih-alih mendapat bantuan membesarkan anak, ibu rumah tangga justru akan dihakimi karena dianggap tidak tahu berterima kasih. Tak heran, ibu rumah tangga di Indonesia tampaknya tak boleh mengeluhkan beban kerja yang berat. Secara tidak langsung, masyarakat menuntut mentalitas baja dari para ibu rumah tangga yang tidak bisa dihentikan.
Karya besar ibu rumah tangga semakin diperkuat dengan stigma masyarakat yang menyepelekan pekerjaan rumah tangga. Penilaian masyarakat muncul karena adanya reputasi yang jelas bahwa bekerja di sektor publik lebih baik daripada bekerja di sektor domestik. Hal ini menunjukkan bahwa ibu rumah tangga masih belum diperlakukan setara oleh mereka yang bekerja di sektor publik. Kalimat ini dibuat tanpa dia tahu atau pernah merasakan beban ibu rumah tangga.
Rendahnya kesadaran akan beban kerja ibu rumah tangga berimplikasi lain. Hal ini membuat anggota keluarga yang lain enggan, terutama sang ayah yang enggan menangani pekerjaan rumah tangga. Keengganan ini harus dirasakan akibat budaya patriarki yang juga kuat di Indonesia.
, Shali Sahude, aktivis kesetaraan gender, menjelaskan bahwa pembagian peran gender terkait dengan pembagian publik-domestik, rasional-emosional. Pekerjaan di tempat umum diasosiasikan dengan pekerjaan laki-laki dan pekerjaan rumah tangga diasosiasikan dengan pekerjaan perempuan. Pembagian ini juga merupakan hal mendasar