Pertanyaan Untuk Kesehatan Mental Remaja – Pada 25 September 2020, pusat konseling dan dukungan menyelenggarakan seminar kesehatan mental bekerja sama dengan Binus Career dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Pokok bahasan yang dibahas terkait dengan ketangguhan dan mampu menjaga diri agar sehat secara mental. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan untuk membentuk “community of friends” yang diprakarsai oleh Advice and Support Center (SASC). Kegiatan ini menghadirkan Dr. Andik Matulessy selaku Sekretaris Umum HIMPSI dan Anrilia E M Ningdyah, Ph.D. Psikolog selaku Pejabat Hubungan Nasional dan Internasional Departemen 7 HIMPSI dan Laksita Nastiti, M.Psi., seorang psikolog yang juga seorang konsultan program Binus Square Development Center sebagai moderator.
Mahasiswa dan alumni dari berbagai wilayah kampus Binus University berpartisipasi dalam acara tersebut, yang diselenggarakan melalui webinar dan juga disiarkan melalui YouTube Binus Career. Antusiasme para peserta juga tercermin dari berbagai isu kesehatan jiwa yang sedang hangat dibicarakan, khususnya yang berkaitan dengan isu kesehatan jiwa.
Pertanyaan Untuk Kesehatan Mental Remaja
Karena wabah virus COVID19. Pada sesi pertama, Pak Andik, demikian ia disapa, berbicara tentang permasalahan mahasiswa dalam mengadaptasi studinya, kemudian juga berbicara tentang dampak kondisi saat ini terhadap kehidupan mahasiswa. Saat ini permasalahan yang muncul antara lain masalah pribadi, akomodasi belajar, model mata kuliah, dosen, staf dan aturan serta praktik mata kuliah, serta kurangnya dukungan keluarga merupakan hal yang sering terjadi pada mahasiswa/mahasiswa di seluruh Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan kondisi stres yang dialami siswa, berdampak pada pembelajaran dan kesejahteraan psikologis. Selain itu, situasi belajar di rumah selama pandemi COVID19 juga menimbulkan masalah baru, karena kita harus membatasi interaksi dengan banyak orang dan lebih banyak beraktivitas di rumah. Dalam hal ini, Pak Andik juga menjelaskan dukungan yang diberikan HIMPSI sebagai fasilitas kesehatan jiwa masyarakat berupa layanan konseling online melalui hotline SEJIWA 119 ext 8. Kondisi pandemi COVID19 dan membantu mengatasi masalah psikologis yang dihadapi oleh profesional HIMPSI .
Tips Dari Para Guru Untuk Menjaga Kesehatan Mental Selama Pandemi
Yaitu bagaimana menjaga diri agar sejahtera secara spiritual. Materi yang disampaikan oleh Anri lebih banyak menceritakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan mental seseorang, seperti faktor fisik, sosial, psikologis dan komponennya. Selain itu, sesi ini juga membahas tentang kiat-kiat yang dapat dilakukan seseorang untuk keluar dari keterpurukan (ketahanan). Kegiatan ini dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta yang sebelumnya telah disampaikan melalui kolom
. Antusiasme para peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan tentang apa yang telah mereka lalui dan kondisi yang mereka hadapi sehari-hari. Kegiatan ditutup oleh Annisa Dwi Rachmawati, M.Psi., Psikolog Kepala Departemen Disability Services yang menjelaskan program Friendscare Community dilaksanakan untuk rekan-rekan Binusian.
Melalui kegiatan ini diharapkan para peserta mendapatkan informasi bagaimana menjadi pribadi yang tangguh dan mampu menjaga kesehatan jiwanya sendiri, yang juga dapat berdampak pada lingkungan sekitar. Bagi Anda yang ingin mendengarkan materi dari seminar ini, Anda dapat mengakses materi streaming melalui YouTube Binus Career di https://www.youtube.com/channel/UCkPPd-NKBEhAuKrk_mutD7w – Dengan penutupan sekolah dan berbagai kegiatan Penting dibatalkan, banyak remaja membutuhkan momen besar dalam hidup mereka – serta momen biasa seperti mengobrol dengan teman dan pergi ke sekolah.
Para remaja menghadapi situasi baru ini tidak hanya dengan kekecewaan, tetapi juga dengan perasaan cemas dan keterasingan yang luar biasa, mengingat perubahan cepat dalam hidup mereka yang disebabkan oleh wabah tersebut.
Seminar Kesehatan Mental
Menurut analisis data yang diberikan oleh UNICEF, hingga 99% anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun di seluruh dunia (2,34 miliar) tinggal di salah satu dari 186 negara yang tunduk pada pembatasan pergerakan akibat COVID-19. Di antara anak-anak, 60% tinggal di salah satu dari 82 negara di mana pengurungan total (7%) atau sebagian (53%), atau 1,4 miliar anak muda.
Menurut studi Pertukaran Data Kesehatan Global 2017, 27,3 juta orang di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Artinya, satu dari sepuluh orang di negeri ini menderita gangguan jiwa.
Dalam data kesehatan mental remaja di Indonesia sendiri, pada tahun 2018, remaja berusia di atas 15 tahun memiliki 9,8% gangguan kesehatan jiwa yang disertai dengan gejala depresi dan kecemasan, meningkat dari tahun 2013 yang prevalensi mental-emosionalnya hanya 6%. gangguan. gangguan yang melibatkan gejala depresi dan kecemasan pada orang muda di atas usia 15 tahun. Pada saat yang sama, prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah 1,2 per seribu penduduk pada tahun 2013.
Ketika kesehatan mental seorang remaja tertekan, Anda mungkin melihat tanda-tanda seperti kurang semangat, kehilangan nafsu makan, sulit tidur/susah tidur dan juga rasa khawatir yang berlebihan.
Ini Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental Remaja
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan mental remaja adalah dengan memberikan pemahaman kepada mereka agar mereka paham bahwa kecemasan mereka adalah hal yang wajar. Kecemasan remaja adalah fungsi normal dan sehat yang dapat mengingatkan kita akan ancaman dan membantu kita mengambil tindakan untuk melindungi diri kita sendiri.
Mencari informasi yang benar dari sumber terpercaya, mengurangi bermain media sosial, dan membatasi melihat/menonton informasi terkait virus corona juga dapat mengurangi kecemasan di kalangan anak muda. Jika memungkinkan, orang tua bisa berteman dengan remaja. Berikan remaja ruang untuk berbagi kekhawatiran mereka dengan orang tua mereka.
Tidak terlalu sering membicarakan virus corona atau mencari kegiatan yang menyenangkan dan hal-hal produktif dianggap dapat mengurangi kecemasan dan beban remaja.
Izinkan remaja untuk terhubung dengan teman sehingga mereka dapat berkomunikasi, berbagi cerita, dan mengungkapkan perasaan mereka. Dengan begitu kebosanan remaja di masa pandemi bisa dilepaskan.