Skala Kesehatan Mental Pdf – Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kontribusi sikap memaafkan dan rasa syukur terhadap kesehatan mental di tempat kerja. Partisipan penelitian dipilih dari 167 karyawan dan dosen Universitas Islam Maulana Negeri Islam Maulana Malik Ibrahim Malang dengan menggunakan teknik sampling proporsional. Instrumen yang digunakan adalah Forgiveness Scale, Gratitude Scale, dan Mental Health Inventory (MHI) (
= 0,888) dimodifikasi oleh penulis. Hasil analisis menunjukkan nilai R = 0,462, p < 0,05 dengan koefisien 0,213. Artinya, memaafkan dan bersyukur dapat memprediksi kesehatan mental 21,3 persen lebih tinggi dan lebih rendah.
Skala Kesehatan Mental Pdf
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana sikap memaafkan dan rasa syukur berkontribusi terhadap kesehatan mental di tempat kerja. Sebanyak 167 dosen dan dosen Universitas Negeri Islam Maulana Malik Ibrahim Malang berpartisipasi dalam penelitian tersebut. Sampel dipilih dengan menggunakan metode proporsional sampling. Instrumen penelitian adalah Skala Toleransi, Skala Syukur, Mental Health Change Inventory (MHI) (
Bab 6. Klasifikasi Dalam Psikiatri Dan Skala Penilaian Psikiatri
= 0,888). Temuan kami menunjukkan R = 0,465 (p < 0,05) dan koefisien variasi 0,204. Oleh karena itu, memaafkan dan bersyukur merupakan indikator kesehatan mental yang baik dan sekitar 20,4 persen.
Jurnal Gila Psikologi dan Kesehatan Mental, 2017, Vol. 2(1), 33-43, doi: 10,20473/jpkm. . 50 Dinoyo, Kecamatan Luokmaru, Kota Malang, Jawa Timur 65144 Email: azira@uin-malang.ac.
Naskah ini adalah naskah open source di bawah ketentuan Lisensi Atribusi Umum (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0).
Kajian tentang produktivitas tenaga kerja berkaitan erat dengan berbagai faktor. Ini adalah salah satu faktor penting yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
Peran Dan Tanggung Jawab Pasangan Dan Keluarga Terhadapa Kesehatan Mental Perempuan
Kesehatan psikologis. Temuan dari studi oleh Koopman et al. (2002) menemukan bahwa produktivitas kerja mempengaruhi kesehatan mental karyawan. Dalam studi mereka, Koopman et al. (2002) menemukan korelasi yang kuat antara kedua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental memainkan peran penting dan strategis dalam menciptakan budaya organisasi yang efektif dan efisien. Ada beberapa alasan mengapa kesehatan mental menjadi isu penting dalam dunia kerja. Dana dan Griffin (1999) mengutip alasan pentingnya kesehatan mental di tempat kerja;
, kesehatan mental pekerja merupakan bagian penting karena akan meningkatkan kesadaran akan faktor-faktor lain yang membuat pekerja berisiko. Misalnya, karakteristik tempat kerja yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan pekerja, potensi kekerasan atau agresi di tempat kerja (pelecehan seksual dan perilaku disfungsional lainnya), bahkan hubungan antara atasan dan bawahan yang memengaruhi kesehatan mental. . kesehatan
, kesehatan mental menjadi bagian penting karena kesehatan yang buruk akan mempengaruhi kinerja. Memperkuat hal di atas, hasil studi usia kerja di beberapa negara maju seperti Australia dan Amerika menunjukkan bahwa satu dari enam anak muda saat ini menderita masalah kesehatan mental (Harvey, 2014). Kondisi mental yang bermasalah ditengarai menjadi penyebab tingginya angka penghilangan (
Pekerjaan yang menyebabkan produktivitas dan produktivitas rendah di tempat kerja. Sejumlah penelitian telah mengangkat fenomena kesehatan mental dari berbagai perspektif, fisik, sosial, emosional dan psikologis. Sebuah studi oleh Danna dan Griffin (1999) mengulas literatur tentang kesehatan dan kesejahteraan di tempat kerja. Peneliti Cooper dan Cartwright (1994) meneliti kesehatan mental dalam konteks organisasi perawatan kesehatan. Peneliti Marchand dkk. (2015) Menggali faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental di tempat kerja. Peneliti Reese, Breen, Kozak, dan Hegney (2015) meneliti aspek resiliensi seperti resiliensi kesehatan mental. Beberapa ahli percaya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental di tempat kerja adalah hubungan pribadi atau bentuk komunikasi interpersonal (
Kesejahteraan Petani Dan Ketahanan Pangan Pada Masa Pandemi Covid 19: Telaah Kritis Terhadap Rencana Megaproyek Lumbung Pangan Nasional Indonesia
) di tempat kerja (Harvey, 2014; Danna & Griffin 1999). Menurut Madsen, Gigi, Hammond dan Plowman (2009), hubungan interpersonal dan komunikasi yang efektif di tempat kerja akan mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Sebaliknya, hubungan dan komunikasi pribadi yang tidak efektif akan menimbulkan masalah mental atau tekanan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan stres di tempat kerja. Sebagai suatu sistem organisasi, komunikasi antar manusia di tempat kerja sangat dinamis, sehingga ketidakkonsistenan dalam komunikasi dapat menimbulkan konflik antar pribadi yang menimbulkan tekanan psikologis. Banyak isu seperti perbedaan pendapat antar individu, persaingan antar departemen, rumor permusuhan, penilaian kinerja yang tidak tepat atau tidak akurat, masalah legitimasi dan etika, serta kebijakan yang kurang mendukung telah menjadi hambatan bagi perkembangan organisasi atau lingkungan kerja. Oleh karena itu, perlu dicoba untuk memperbaiki hubungan interpersonal yang rusak, dan salah satu cara yang mungkin adalah memaafkan. Pengampunan merupakan komponen penting dalam membangun hubungan yang harmonis atau memperbaiki konflik di tempat kerja. Oleh karena itu, secara umum ketidakmampuan untuk berempati dengan orang-orang dalam suatu organisasi atau pekerjaan mengakibatkan rendahnya tingkat struktur di semua tingkatan organisasi atau pekerjaan (Low, et al., 2002; Madsen, et al., 2009). Selain faktor interpersonal, faktor lain yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang di tempat kerja adalah faktor psikologis dan sifat kepribadian. terima kasih salah
Keadaan psikologis, emosi, sikap, kualitas moral, ciri kepribadian, atau pola respons yang dapat berkontribusi pada kesehatan mental (McCullough, Emmons, & Gang, 2002). Perasaan syukur dan penghargaan atas kesenangan yang diterima. Ini menciptakan rasa tenang dan kepuasan psikologis (Watkins, Woodward, Stone, & Koltz, 2003). Dengan demikian dapat dipahami bahwa rasa syukur adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa puas dengan apa yang telah diterima atau diterimanya, oleh karena itu rasa syukur menciptakan kondisi psikologis yang positif yang dapat memperkuat dan meningkatkan kesehatan mental. Jika seseorang memiliki kesejahteraan psikologis dan tingkat stres yang rendah, ia dikatakan dalam kesehatan mental yang baik. Beberapa penelitian yang mendukung pandangan ini adalah yang dilakukan oleh berbagai peneliti (Toussait & Friedman, 2009; Watkins et al., 2003; Emmons & McCullough, 2003). Ketiga studi ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara rasa syukur dan kesehatan mental. Satu studi yang menguji efek memaafkan dan syukur pada tingkat kesehatan mental dilakukan oleh Toussaint dan Friedman (2009) dan menemukan hubungan positif antara memaafkan dan kesejahteraan psikologis dan hubungan negatif dengan tekanan emosional. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa kemampuan merasa bersyukur berhubungan positif dengan kesehatan mental dan berhubungan negatif dengan tekanan emosional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan jiwa di tempat kerja merupakan hal yang penting dan harus menjadi fokus utama di setiap organisasi atau perusahaan. Masalah kesehatan mental karyawan akan memengaruhi produktivitas karyawan, dan indikatornya meliputi perasaan tidak aman dan tidak nyaman di tempat kerja, kecemasan, dan pelepasan (disengagement).
). Studi ini berusaha untuk mengatasi masalah kesehatan mental di tempat kerja, khususnya hubungan interpersonal dan konflik di tempat kerja, dengan memeriksa kontribusi sikap memaafkan dan rasa syukur terhadap kesehatan mental di tempat kerja.
167 dosen dan staf UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Tergantung jenis pekerjaannya, peserta pencarian dosen diambil dari perguruan tinggi yang berbeda sebanyak 107 orang, juga diambil dari administrasi dan perpustakaan UIN Maulana Malik Ibrahim. (UIN) Malang sebanyak 60 orang. Berdasarkan jenis kelamin, 68 (40,72%) peserta adalah laki-laki dan 99 (59%) adalah laki-laki. Dari segi masa kerja, 71 orang (42,51%) bekerja lebih dari 10 tahun, dan 96 orang (57,49%) bekerja kurang dari 10 tahun. Tabel 1 dibawah ini menggambarkan karakteristik peserta penelitian, Tabel 1. Karakteristik peserta penelitian
Hubungan Praktik Menyikat Gigi Dengan Debris Index Siswa Tunagrahita Di Slb B C Optimal Surabaya
1 Pekerjaan Guru 107 64,07 167 Pegawai Negeri Sipil 60 35,93 2 Jenis Kelamin Laki-Laki 99 59,28 167 Perempuan 68 40,72 3 Lama Kerja
71 42,51 167 Kurang dari 10 tahun 96 57,49 4 Status Kepegawaian PNS 105 62,87 167 Tidak Bekerja di Pemerintahan 62 37,13